Selasa, 16 Juni 2015

Tradisi Ayun Pengantin

D. Tradisi Ayun Pengantin dalam Pernikahan Masyarakat Kabupaten Serang Ditinjau dari Perspektif Hukum

Indonesia adalah negara yang dibangun oleh pilar-pilar keragaman. Baik itu etnik, budaya, adat maupun agama. Untuk yang terakhir, agama di Indonesia hadir dan berkembang dengan segala norma yang mengikat setiap penganutnya. Selanjutnya, norma ini mulai menyerap dalam institusi masyarakat.
Berangkat dari keragaman etnik, budaya, dan adat yang ada di Indonesia maka hal ini juga tidak dapat dihindarkan dari prkatik perkawinan yang ada dalam agama Islam. Praktik perkawinan pada akhirnya dimasuki oleh tradisi-tradisi termasuk di antaranya adalah tradisi ayun pengantin yang dilaksanakan oleh masyarakat Kabupaten Serang.
Tradisi ayun pengantin sesungguhnya adalah suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Serang dalam melaksanakan perkawinan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tradisi ini adalah khusus untuk perkawinan anak Nanggung Bugang dan Mendeg bulan Safar. Belum ada yang mengetahui dari mana asal-usul tradisi ini tapi yang jelas tradisi ini masih hidup dan dilaksanakan turun-temurun secara utuh oleh masyarakatnya.
Tradisi bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan selama tradisi itu tidak bertentangan dengan syariat Islam. Tradisi juga bukanlah sesuatu yang harus dihapuskan hanya karena tidak terdapat pada masa Nabi sehingga pelaksanaannya dianggap bidah dan bertentangan dengan Islam. Tradisi harus dipandang sebagai sebuah ekspresi seni, luapan kegembiraan, dan sebagai media komunikasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Apabila kita perhatikan dalam pelaksanaan tradisi Ayun Pengantin terdapat nilai seni yang sangat tinggi terutama pada syair-syair yang dibacakan sekaligus dinyanyikan oleh tokoh adat. Syair-syair yang terdapat dalam tradisi ini bernuansakan Islami, mengagungkan keesaan Allah SWT, meyakini tentang Nabi-Nabi Nya, dan menceritakan peristiwa-peristiwa alam yang semuanya terjadi atas kehendak dan kekuasaan Allah SWT.
Pelaksanaan tradisi Ayun Pengantin juga sesungguhnya sebagai simbol luapan kegembiraan dan kesyukuran atas segala nikmat yang telah diberikan Allah Swt. Nikmat itu tidak lain adalah dengan diberikannya kesehatan dan panjang umur sehingga sang anak bisa menemukan jodohnya dan menikah dengan pasangannya tersebut. Tradisi Ayun Pengantin juga dijadikan sebagai media komunikasi dari generasi ke generasi berikutnya tanpa terputus sehingga tradisi ini masih dilaksanakan sampai saat ini. Dari tradisi ini kita mendapatkan banyak informasi bagai mana para pendahulu kita melaksanakan perkawinan khususnya untuk anak yang telah ditinggal mati oleh kakak dan adiknya atau anak yang lahir di bulan Safar.
Memang dalam Islam tidak terdapat pengkhususan dalam pelaksanaan perkawinan namun Islam juga tidak mengatur secara rinci bagaimana seharusnya perkawinan dilaksanakan. Dalam hal ini bukan berarti Islam tidak sempurna, justru dengan ini Islam semakin menunjukan kesempurnaannya dengan menyadari secara sungguh-sungguh bahwa pelaksanaan perkawinan adalah dalam ranah budaya, tradisi, dan adat daerahnya masing-masing.
Keharusan pelaksanaan tradisi ayun pengantin dalam perkawinan masyarakat Kabupeten Serang untuk anak Nanggung Bugang atau anak Mandeg bulan Safar sesunggunhya tidak membatalkan perkawinan, karena memang perkawinan dalam Islam sudah dianggap sah apabila memenuhi syarat dan rukunya, dan dicatatkan menurut hukum positif di Indonesia. Keharusan ini dipandang sebagai luapan kegembiraan sehingga bagi masyarakat apabila tidak dilaksanakan ayun pengantin akan mengurangi kegembiraan dalam pesta perkawinannya.
Dengan adanya pelaksanaan tradisi ayun pengantin terdapat suatu keunikan karena dengan adanya ini maka bisa dilihat hukum islam, hukum perkawinan Indonesia, dan hukum adat tercampur menjadi satu. Kesemuanya hidup dalam satu objek dan tidak terjadi gesekan, ini dibuktikan dengan masyarakat yang melaksanakannya dengan senang hati dan tanpa ada paksaan.
Islam adalah agama yang sangat menghargai budaya, tradisi, dan adat pengikutnya. Bahkan tidak sedikit dari budaya, tradisi, dan adat tersebut dijadikan sebagai media penyebaran agama Islam, hal inilah yang membuat ajaran Islam masuk ke dalam hati setiap penganutnya.
Pengakuan Islam terhadap tradisi yang berlaku di masyarakat ini juga semakin menguatkan bahwa sungguh Islam diturunkan adalah sebagai “rahmatan lil alamin”. Dalam ilmu ushul fiqih ada dalil yang dapat menerima suatu tradisi atau adat sebagai hukum yaitu ‘Urf. ‘Urf adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dikalangan ahli ijtihad atau bukan ahli ijtihad, baik yang berbentuk kata-kata atau perbuatan. ‘Urf ada dua macam, yaitu: ‘Urf yang shahih, dan ‘Urf yang fasid.
‘Urf yang sahih adalah sesuatu yang saling dikenal oleh manusia, dan tidak bertentangan dengan dalil syariat, tidak menghalalkan sesuatu yang diharamkan, dan tidak pula membatalkan sesuatu yang wajib. Adapun ‘Urf yang fasid adalah sesuatu yang sudah menjadi tradisi manusia, akan tetapi tradisi itu bertentangan dengan syariat, atau menghalalkan sesuatu yang diharamkan, atau membatalkan sesuatu yang wajib.
Dengan penjelasan di atas maka jelas tradisi ayun pengantin adalah termasuk ‘Urf yang shahih karena tidak bertentangan dengan syara’, tidak menghalalkan sesuatu yang diharamkan, dan tidak pula membatalkan sesuatu yang wajib. Bahkan dalam syair-syair yang dibacakan dan dinyanyikan menceritakan keesaan dan keagungan Allah SWT, dan doa-doa yang ada di dalamnya pun ditujukan kepada Nya. Kaidah fikih menyebutkan “العادة محكمة”, adat istiadat adalah hukum.
Jadi jelaslah bahwa adat sesungguhnya bisa dijadikan hukum dan dalam Islam dibolehkan menjalankannya selama tidak bertentangan dengan akidah dan prinsip-prinsip yang ada dalam Islam. Dalam Pasal 28E Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 perubahan kedua dijelaskan bahwa: “setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nurani”. Ini semakin mempertegas bahwa pada dasarnya setiap orang merdeka dalam tindakannya, baik dalam hal adat istiadat, agama, dan segala sesuatu yang diyakininya. Kesemua itu dibenarkan dan dijamin pelaksanaannya oleh Negara.